Jumat, 06 Januari 2012

Tugas Seminarku


TUGAS INDIVIDU




PENERAPAN MODEL KONSTRUKTUVIS TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PRISMA DI KELAS VII SMP NEGERI 04 SANGGAU
Mata Kuliah                : SEMINAR
    Dosen                          : MUSA, M.Pd
O
L
E
H
NAMA : DESIA MELI
NIM       : 310800049
                                               Kelas                : B Sore                                                                                              Semester : VI (ENAM)
                                               Prodi                : MATEMATIKA
STKIP.jpg






SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN  ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI) PONTIANAK
2011

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, makalah matematika dengan judul “PENERAPAN MODEL KONSTRUKTUVIS TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PRISMA DI KELAS VII SMP NEGERI 04 SANGGAU” ini dapat diselesaikan.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas terstruktur dari mata kuliah yang bersangkutan sekaligus penambahan wawasan penulisan dalam menyikapi perkembangan IPTEK yang terus melesat.
Dalam hal ini penulis menyadari betul keterbatasan yang ada, penulis sadar makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu, harapan penulis agar kiranya dari pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat konstruktif guna tercapainya pengoptimalan hasil karya penulis di masa mendatang.
Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya penulis sendiri dan pada umumnya para pembaca makalah, Amin.
Pontianak, 21 Mei 2011

i
 
Penulis,

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I       PENDAHULUAN
A.    L atar Belakang .............................................................................. 1
B.     Masalah ......................................................................................... 2
C.     Tujuan Penulisan ........................................................................... 3
D.    Manfaat ......................................................................................... 4
E.     Hipotesis Penelitian ....................................................................... 5
F.      Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 5
G.    Definisi Operasional ...................................................................... 7
H.    Metode Penelitian ....................................................................... 12
I.       Populasi dan Sampel Penelitian .................................................. 15
J.       Prosedur Penelitian ..................................................................... 17
K.    Teknik dan Alat Pengumpulan Data ............................................ 19
L.     Instrumen Penelitian ................................................................... 20
M.   Prosedur Pengolahan Data .......................................................... 25
N.    Daya Pembeda dan Indeks Kesukaran Soal ................................. 31


ii
BAB II                  PEMBAHASAN
A.    Hakikat Belajar Matematika ........................................................ 34
B.     Hakikat Pembelajaran Konstruktuvis ........................................... 37
C.     Aspek – Aspek Pembelajaran Konstruktuvis ................................ 39
D.    Model Pembelajaran Konvensional ............................................. 44
E.     Materi Prisma Dalam Pembalajaran Matematika........................ 45
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 52









iii

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu yang berstruktur, mulai dari yang mudah kepada yang sukar. Hal ini sesuai dengan kurikulum. Oleh karena itu guru merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam pembelajaran, oleh karenanya guru harus memiliki berbagai model, metode dan strategi dalam pembelajaran. Agar tujuan pembelajaran yang dapat menggali pengetahuan awal siswa.
Namun kenyataan yang terjadi disekolah menunjukan bahwa banyak siswa yang tidak menyukai matematika karena dianggap sebagai bidang studi yang paling sulit, sehingga mengakibatkan rendahnya nilai matematika disekolah.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara penelitian dengan guru bidang studi matematika kelas VII SMP Negeri 04 Sanggau diperoleh info bahwa pada umumnya pemahaman siswa terhadap pembelajaran matematika masih kurang dan banyak siswa yang mengalami ketidak-tuntasan dalam hasil belajar, baik secara individu, kelompok, maupun dari rata-rata kelas terutama pada materi prisma.

1
Kesulitan siswa dalam operasi hitung pada prisma adalah penguasaan rumus dalam penggunaannya. Pada masalah ini peneliti tertarik untuk melakukan perbaikan melalui penerapan model konstruktuvis pada materi prisma.
Model yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran konstruktuvis pada materi prisma. Dengan demikian, diharapkan melalui penerapan model pembelajaran konstruktuvis ini, aktivitas belajar siswa dan pemahaman siswa pada materi prisma dapat lebih ditingkatkan.
Model pembelajaran konstruktuvis dapat membuat kegiatan berpusat pada siswa dan menciptakan suasana belajar siswa yang kondusif. Serta lebih menuntut peran aktif dan motivasi siswa dalam belajar.

B.   Masalah :
Masalah Pokok :
Masalah pokok dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Penerapan Model Konstruktuvis Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Prisma Di Kelas VII SMP Negeri 04 Sanggau?”

2

Sub Masalah :
a.       Bagaimanakah aktivitas pembelajaran dengan model konstruktuvis terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri 04 Sanggau pada materi prisma?
b.      Bagaimanakah Ketuntasan hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran konstruktuvis di kelas VII SMP Negeri 04 Sanggau pada materi prisma?
c.       Bagaimanakah respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model konstruktuvis di kelas VII SMP Negeri 04 Sanggau pada materi prisma?

C.   Tujuan Penelitian
Secara umum penulisan bertujuan untuk mengetahui kesulitan belajar siswa dalam pengoperasian rumus-rumus yang terkandung dalam materi prisma.
Secara khusus tujuan penelitian adalah :
1.      Aktivitas pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konstruktuvis pada materi prisma di kelas VII SMP Negeri 04 Sanggau.
2.      Ketuntasan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran konstruktuvis pada materi prisma di kelas VII SMP Negeri 04 Sanggau.
3.      Respon siswa terhadap pembelajaran dengan model konstruktuvis di kelas VII SMP Negeri 04 Sanggau pada materi prisma.


3
 
 

D.   Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan peneliti dari penelitian ini adalah :
1.     Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan manajemen sumber daya manusia, khususnya yang terkait dengan pengaruh motivasi dan komunikasi matematika siswa kelas VII SMP Negeri 04 Sanggau.
2.     Manfaat Praktis
a.     Bagi Siswa
Dapat meningkatkan hasil belajar matematika  dan dapat menjadi pengalaman yang baru khususnya pada materi prisma.
b.    Bagi Guru
Dapat  menjadi salah satu alternative dalam kegiatan  pembelajaran  pada materi prisma.




4
c.      Bagi Peneliti
Dapat menambah dan memperkaya pengetahuan tentang pembelajaran matematika dengan Model Pembelajaran Konstruktuvis.

E.   Hipotesis Penelitian
Setiap Penelitian perlu dirumuskan suatu hipotesis sebagai dugaan sementara pemecahan masalah yang diteliti. Menurut Sugiyono (2007:64) “Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah – masalah penelitian yang telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan”. Berdasarkan latar belakang maka hipotesis penelitian ini adalah “Penerapan Model Konstruktuvis Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Prisma di Kelas VII SMP Negeri 04 Sanggau”.

F.    Ruang Lingkup Penelitian
1.     Variabel Penelitian
5
 
Variabel penelitian adalah kondisi – kondisi yang oleh peneliti dimanipulasikan, dikontrol dan diobservasikan dalam suatu penelitian (Suryabrata, 2000:36). Sedangkan menurut Sutrisno Hadi (dalam Budiarjo, 2007:6) “Variabel penelitian adalah semua keadaan, faktor kondisi, perlakuan atau tindakan yang mempengaruhi hasil eksperiment”.
      Jadi dapat disimpulkan variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian.
a.     Variabel Bebas
Menurut Sugiyono (2006:3) “Variabel bebas merupakan gejala yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variabel terikat). Variabel bebas dalam penelitian adalah pembelajaran dengan model pembelajaran konstruktuvis dengan variasi model pembelajaran:
1.      Pembelajaran konvensional.
2.      Pembelajaran konstruktuvis.
b.    Variabel Terikat
Menurut Sugiyono (2006:3) “Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas”. Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah :
1.      Hasil belajar siswa yang diberikan dengan pembelajaran konvensional.
2.      Hasil belajar siswa yang diberikan dengan pembelajaran konstruktuvis.
c.      Variabel Kontrol
6
 
Subana dan Sudrajat (2001:14) menyatakan bahwa “Variabel kontrol adalah jenis variabel yang sengaja dikendalikan agar tidak memepngaruhi variabel yang lain”. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah :
1.      Guru yang mengajar untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah peneliti.
2.      Materi yang diajarkan untuk kelompok eksperimen dan kolompok kontrol adalah materi prisma.
3.      Alokasi waktu untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol masing – masing dilaksanakan dalam satu kali pertemuan (2 x 40 Menit).

G.  Definisi Operasional
a.     Penerapan
Penerapan yang dimaksud dalam penelitian ini  adalah perihal mempraktekkan pembelajaran dengan model pembelajaran  konstruktuvis untuk meningkatkan hasil belajar  siswa pada materi prisma.
b.    Model Pembelajaran
7
 
Model pembelajaran  didefinisikan  sebagai kerangka  konseptual yang melukiskan prosedur  sistematis  dalam mengorganisasikan  pengalaman belajar  untuk mencapai  pembelajaran tertentu dan berfungsi sebagai pedoman  bagi guru dalam merencanakan  dan menumbuhkan  aktivitas belajar siswa. Model yang dimaksud dalam  penelitian ini  adalah konsepsi untuk mengajar suatu materi dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dimana model pembelajaran yang di gunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran konstruktuvis.
c.      Model Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran Konvensional dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang selama ini dilakukan guru di kelas tempat peneliti melakukan penelitian.
d.    Model Pembelajaran Konstruktuvis
Model pembelajaran konstruktuvis merupakan model yang dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif  mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
e.      Aktivitas
Dalam penelitian ini yang di maksud dengan aktivitas adalah kegiatan belajar yang dilakukan siswa ketika mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konstruktuvis.


8
 
 

f.      Ketuntasan Hasil Belajar
Ketuntasan hasil belajar adalah prestasi yang diperoleh oleh siswa dalam menyelesaikan soal tes materi prisma setelah diberikan pembelajaran dengan model pembelajaran konstruktuvis di SMP 04 Sanggau. Dalam hal ini ketuntasan yang berlaku di sekolah tersebut adalah bila siswa telah memperoleh nilai 60 untuk setiap mata pelajarannya.
g.     Respon siswa
Respon yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tanggapan atau reaksi siswa terhadap penerapan pembelajaran dengan model konstruktuvis yang diukur menggunakan angket.
h.    Materi Prisma
Prisma adalah suatu bangun ruang yang dibatasi oleh dua bidang yang sejajar dan beberapa bidang lain yang saling memotong menurut garis yang sejajar.








D
 
Text Box: F
Text Box: EText Box: D
Text Box: BText Box: A


v  Gambar di atas disebut prisma tegak ABC.DEF.
v  Segitiga ABC = segitiga bidang alas prisma.
v 
9
 
Segitiga DEF = segitiga bidang atas prisma.
v  AD = BE = CF = rusuk tegak prisma yang tegak lurus pada bidang alas dan bidang atas.
a)      Sifat – Sifat Prisma
ü   Bidang alas dan bidang atas prisma dapat berupa segi banyak.
ü   Bidang atas dan bidang atas prisma sejajar.
b)      Rumus Prisma
                         i.                    Luas Prisma
Luas prisma = (2 × luas alas) + luas selubung
dengan
Luas selubung = keliling bidang alas × tinggi

                       ii.                    Volume Prisma
Volume prisma segitiga = luas alas × tinggi
Atau
    V  = Lt
Contoh soal :
Diketahui sebuah prisma ABC.DEF dengan panjang AD = 2, EF = 6 dan DF = 4, EF tegak lurus DF. Hitunglah luas dan volume prisma tersebut !
Jawab :
Diketahui : AD = 2
                   EF = 6
                  DF = 4


10
 
 

Ditanya : Luas dan volume prisma.
Ø  Luas prisma
L =  x 4 x 6
   =  x 24
   = 12 cm2
Ø  Volume prisma
V = 12 x 2
   = 24 cm3
H.  Metode Penelitian
1.     Metode dan Bentuk Penelitian
a.     Metode Penelitian
11
 
Dalam kegiatan penelitian diperlukan suatu metode, karena metode adalah cara utama untuk mencapai suatu tujuan (Surakhmat, 1980:131). Tujuan utama penelitian ini untuk mengontrol atau menjelaskan gajala-gejala yang teramati (kesalahan) guru mendapatkan kebenaran yang kita inginkan (M. Subana dan Sudrajat, 2005:10). Pendapat lain menurut Nawawi (1983: 61) tujuan utama penelitian untuk memecahkan masalah. Jadi dalam kegiatan penelitian diperlukan metode penelitian guna memecahkan masalah yang telah diteliti.
Menurut Subana dan Sudrajat (2005: 27), menyatakan: “Maksud penelitian deksriptif adalah untuk mengangkat fakta, keadaan, variabel, dan fenomena - fenomena yang terjadi saat sekarang (ketika penelitian berlangsung) dan menyajikannya apa adanya”. Metode deskriptif ini dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian yakni untuk memperoleh informasi yang obyektif mengenai kegiatan pembelajaran siswa  menyelesaikan soal prisma dengan model pembelajaran konstruktuvis.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan bentuk penilitian quasy eksperimental reseach (eksperimen semu). Alasan peneliti menggunakan bentuk quasi eksperimental reseach adalah karena peneliti tidak munggkin mengontrol dan memanipulasi semua variabel yang relevan. Hal ini sejalan dengan pendapat Suryabrata (2010:28) yang menyatakan “Dalam penelitian pendidikan, seringkali terdapat kesulitan untuk mengontrol dan atau memanipulasi semua variabel – variabel yang relevan dalam penelitian”.
b.    Bentuk Penelitian
12
 
Bentuk penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Menurut Arikunto (1995:272) mengatakan bahwa “Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dimaksud untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari sesuatu yang dikenakan pada subjek selidik”. Dengan kata lain penelitian eksperimen mencoba meneliti ada tidaknya hubungan sebab akibat caranya adalah dengan membandingkan satu atau lebih kelompok eksperimen dan kelompok pembanding yang sama – sama diberi perlakuan.
Sedangkan bentuk penelitian ini merupakan penelitian percobaan dengan bentuk eksperimen semu (quasy eksperimental reseach), dimana kondisi objek penelitan sulit untuk dirubah dalam bentuk memberikan perlakuan tertentu.
2.     Rancangan Penelitian
Menurut Sugiyono (2007:76) mengatakan bahwa “Rancangan ini digunakan pada dua kelompok subjek yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen diberi perlakuan tertentu, lalu kedua kelompok diberi tes yang sama. Perbedaan yang ada dianggap bersumber pada perlakuan”.
Menurut Suryabrata (2003:43) menyatakan bahwa “Rancangan penelitian adalah suatu strategi yang digunakan untuk membuktikan kebenaran hipotesis”. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Posttest Only Control Design. Adapun rancangan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Kelas
Perlakuan
Post-Test
Eksperimen
TE
OE
Kontrol
TK
OK
13
 

Keterangan :
TE        : Perlakuan pada kelas eksperimen, yaitu model konstruktuvis.
TK        : Perlakuan pada kelas kontrol, yaitu model pembelajaran konvensional.
OE        : Tes kelas eksperimen setelah perlakuan.
OK       : Tes kelas kontrol setelah perlakuan.

I.      Populasi dan Sampel Penelitian
1.     Populasi Penelitian
Populasi adalah sekumpulan kasus yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian. Sudjana (1996:5) menyatakan bahwa “Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif atau kualitatif dari pada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya”.
14
 
Menurut Sugiyono (2007: 80) mengatakan bahwa “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.
Berdasarkan pendapat tersebut maka populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VII SMP Negeri 04 Sanggau Tahun Ajaran 20010/2011 untuk 3 kelas yang terdiri dari kelas VIIA, VIIB dan  VIIIC dengan Penerapan Model Konstruktuvis Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Prisma Di Kelas VII SMP Negeri 04 Sanggau.
2.     Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2002:56). Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik Cluster Random Sampling, menurut Sugiyono (2002:59) teknik ini digunakan untuk menentukan sampel bila objek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas.
Menurut Sugiyono (2007: 80)  mengatakan bahwa “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karekteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Dengan demikian berdasarkan populasi yang tersedia, maka sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 2 kelas dimana VIIA sebagai eksperimen dan pengambilan kedua adalah kelas VIIC sebagai kontrol
Dalam pengambilan sampel peneliti menggunakan teknik sampling yaitu cara kluster (cluster random sampling). Adapun penarikan sampel dengan cara kluster sampling ini dilakukan dengan penarikan undian.



15
 
 

Pengambilan sampel secara acak ini didasarkan atas beberapa hal, yaitu :
a.    Siswa kelas VII yang akan diteliti adalah siswa baru di SMP Negeri 04 Sanggau.
b.    Mengkode setiap kelas dan menuliskannya dalam satu gulungan kertas kecil.
b.      Mengambil secara acak dengan ketentuan pengambilan pertama ditetapkan kelas eksperimen dan pengambilan kedua ditetapkan sebagai kelas kontrol.
c.       Berdasarkan keterangan dari guru di SMP Negeri 04 Sanggau yang menyatakan bahwa pendistribusian siswa merata berdasarkan nilai NEM, artinya bahwa siswa yang nilai NEMnya tinggi, sedang dan rendah tersebar merata pada setiap kelas, sehingga siswa dari ketiga kelas tersebut memiliki kemampuan yang setara atau homogen (kemampuan siswa homogen ditunjukan pada daftar lampiran yaitu melalui uji barlet).

J.     Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Tahap Persiapan, meliputi :
Sebelum pelaksanaan penelitian dilakukan, peneliti mempersiapkan beberapa hal yaitu sebagai berikut :
a.       Melakukan observasi di SMP Negeri 04 Sanggau.
b.     
16
 
Membuat rencana pembelajaran.
c.       Membuat kisi-kisi soal.
d.      Membuat soal.
e.       Membuat kunci jawaban soal.
f.       Mevalidasi instrument penelitian.
g.      Merevisi hasil validasi.
h.      Menentukan kelas eksperimen dan kelas control.
i.        Menguji cobakan soal.
j.        Menganalisis data hasil uji coba.
k.      Mengajukan permohonan penelitian kepada kepala sekolah SMP Negeri 04 Sanggau.
l.        Menyesuaikan jadwal penelitian dengan guru bidang studi matematika kelas VII SMP Negeri 04 Sanggau.
2.      Tahap Pelaksanaan, meliputi :
a.       Membagi siswa menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
b.      Memberikan perlakuan pada kelas eksperimen, yaitu pembelajaran dengan materi prisma dengan menggunakan model pembelajaran konstruktuvis.
c.       Memberikan perlakuan pada kelas kontrol, yaitu pembelajaran dengan materi prisma dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.
d.     
17
 
Memberikan tes akhir pada kelas kontrol dan kelas eksperimen untuk melihat hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan.
3.      Tahap Akhir, meliputi :
a.       Menganalisis data hasil penelitian, baik data dari tes hasil belajar dari kelas eksperimen dan kelas kontrol.
b.      Menyimpulkan hasil pengolahan data sebagai jawaban data masalah penelitian dan menyusun laporan penelitian.

K.  Teknik dan Alat Pengumpulan Data
1.     Teknik Pengumpulan Data
Menurut Nawawi (2001:125) “Pengukran diartikan sebagai usaha untuk mengetahui suatu keadaan berupa kecerdasan, kecakapan nyata dalam bidang tertentu. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah teknik pengukuran. Teknik pengukuran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dengan memberikan tes tertulis. Pemberian tes tertulis dimaksudkan untuk mendapatkan skor hasil belajar yang diperoleh siswa dari tes akhir.
2.     Alat Pengumpulan Data
18
 
Menurut Sujana (2002:7) “Tes essay adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawab dalam bentuk penguraian, menjelaskan, mendiskusikan,  membandingkan, memberi alasan dan bentuk lain yang sejenis dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan membahas sendiri.
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes tertulis berbentuk essay.  Alasan digunakannya tes essay dalam penelitian ini karena mempunyai manfaat antara lain dapat menghindarkan sifat terkaan sehingga dapat melatih siswa untuk berfikir dan dapat mengukur kemampuan analitiknya.
Menurut Thaha (2003 : 56), kelebihan tes essay antara lain :
1.             Peserta didik dapat mengorganisasikan jawaban dengan pikiran sendiri.
2.             Dapat menghindarkan sifat terkaan dalam menjawab soal.
3.             Melatih peserta didik untuk memilih fakta yang relevan dengan persoalan, serta mengorganisasikannya sehingga dapat diungkapkan menjadi satu hasil pemikiran terintegrasi secara untuh.
4.             Jawaban yang diberikan diungkapkan dengan kalimat yang disusun sendiri.
5.             Soal bentuk essay tepat untuk mengukur kemampuan analitik, sintetik dan evaluatif.
Sedangkan kelemahannya adalah :
1.             Bahan yang diajukan relatif sedikit, sehingga agak sulit untuk mengukur penguasaan soal terhadap seluruh kurikulum.
2.             Penilaian hasil jawaban cenderung subyektif.

L.   Instrumen Penelitian
19
 
Arikunto (1988:151) menyatakan “Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah”. Adapun instrumen penelitian ini adalah tes hasil belajar.
Dalam penelitian instrument atau evaluasi harus memenuhi persyaratan sebagai instrument yang baik. Dua persyaratan penting itu adalah validitas dan reabilitasnya harus tinggi (Ruseffendi, 1994: 132).
Adapun langkah - langkah penyusunan instrumen penelitian adalah sebagai berikut :
1.     Penulisan Butir Soal
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis yang berbentuk essay, agar dapat mengetahui sejauh mana siswa mendalami suatu masalah yang diteskan. Penulisan butir soal sesuai dengan kisi-kisi soal yang dibuat berdasarkan :
a.       Kurikulum yang diganakan.
b.      Buku mata pelajaran yang digunakan.
2.     Uji Coba
Untuk mendapatkan instrument penelitian yang memenuhi alat ukur baku, maka instrument yang telah disusun diuji cobakan trlebih dahulu. Uji coba diberikan kepada siswa yang telah mempelajari materi yang akan diteliti.



20
 
 

3.     Validitas
validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan suatu derajat kesahihan suatu tes. Hal ini sesuai dengan pendapat A.Suharsimi (1995 : 59), mengatakan bahwa  “Sebuah tes disebut valid apabila tes tersebut menjadi ukur apa yang hendak diukur”.
Sebuah tes dikatakan standar dan layak digunakan sebagai alat ukur apabila tes tersebut dapat memenuhi beberapa persyaratan tes, antara lain tes itu valid atau tidak. Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto, 1997:145),
Karena tes yang dibuat bukan tes standar, maka tes perlu divalidasi oleh orang yang dianggap ahli dalam bidang matematika. Pada penelitian ini tes tersebut dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dua orang dosen matematika STKPI-PGRI dan satu orang guru bidang studi matematika. Maksud dari validitas adalah untuk mengetahui kesesuaian antara materi dengan kisi-kisi instrumen penelitian dan kesesuian antara tahapan pengajaran materi yang disajikan pada tahap itu.
4.     Reliabilitas
21
 
Menurut Russefendi (1994 : 155) mengatakan bahwa reliabilitas menunjukan pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrument cukup dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument yang sudah dipercaya, yang reliabilitas akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Reliabilitas tes dihitung dengan menggunakan rumus alpa, penelitian menggunakan rumus alpa karena sesuai dengan bentuk tes berupa essay.
Arikunto (1997:154) menyatakan bahwa suatu tes dapat dikatakan mempunyai reliabilitas (taraf kepercayaan) yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap atau seandainya hasilnya berubah-ubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti. Untuk keperluan reliabilitas tes, peneliti akan mengujikan soal tes yang  digunakan pada siswa kelas VII SMP Negeri 04 Sanggau. Dipilih SMP Negeri 04 Sanggau karena dengan pertimbangan bahwa kedua sekolah memiliki prestasi belajar matematika yang relative sama dan letak kedua sekolah agak berjauhan sehingga menghindarkan terjadinya kebocoran soal.
Karena tes berbentuk essay, maka reliabilitas tes dihitung dengan menggunakan rumus Alpha Aronback (Arikunto, 1997:171) sebagai berikut :
r11 =
Keterangan :
r11           : Reliabilitas     
  : Jumlah varians skor tiap-tiap soal
   :  Varians total
22
 
n     :  Banyak butir soal

Sedangkan rumus varians total yang digunakan untuk menghitung reliabilitas tes adalah :
            Keterangan :
      : Varians yang dicari
            : Kuadrat jumlah skor yang diperoleh
  : Jumlah kuadrat skor yang diperoleh siswa
N         : Jumlah Subjek
Untuk mengetahui tingkat koefisien korelasi tabel sebagai berikut :
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
Sangant rendah
0,20 – 0,399
Rendah
1,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Tinggi
0,80 – 0,100
Sangat Tinggi
              ( Sugiyono, 2002:216 )



23

M. Prosedur Pengolahan Data
1.     Pemberian Skor
Tes yang telah dikerjakan oleh siswa kemudian diperiksa dan dinyatakan dalam bentuk skor. Adapun pemberian skor menggunakan rubrik penskoran dengan rentang skor dari 0 samapai 4 untuk masing-masing butir soal.
2.     Teknik Analisis Data
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka data yang diperoleh dari hasil tes – tes tertulis berbentuk essay dianalisis dengan cara sebagai berikut :
1.      Untuk menjawab masalah pertama digunakan statistik deskriptif melalui nilai rata-rata (mean) hasil belajar siswa dalam bentuk tabel, sehingga tampak nilai rata-rata hasil belajar siswa setelah mengikuti model pembelajaran konstruktuvis pada materi prisma.
 
Dengan
 rata-rata
 jumlah skor
 Jumlah siswa
Dengan kategori rata-rata hasil belajar siswa sebagai berikut :
Menurut Ahman (2006:91)
80 – 100         tinggi
60 – 79           sedang
24
 
0 – 59             rendah
2.      Untuk menjawab masalah kedua digunakan statistik deskriptif melalui nilai rata-rata (mean) hasil belajar siswa dalam bentuk tabel, sehingga tampak nilai rata-rata hasil belajar siswa setelah mengikuti model pembelajaran konvensional pada materi prisma.
 
Dengan
 rata-rata
 jumlah skor
 Jumlah siswa
Dengan kategori rata-rata hasil belajar siswa sebagai berikut :
Menurut Ahman (2006:91)
80 – 100         tinggi
60 – 79           sedang
0 – 59             rendah
3.      Untuk menjawab masalah ketiga digunakan dengan langkah – langkah sebagai  berikut:
v  Menguji normalitas dari kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan Uji Chi Kuadrat.
                  Langkah –langkah uji noramlitas adalah sebagai berikut :
1.      Menentukan rata-rata hitung
  
   Dengan
25
 
 rata-rata
 jumlah skor
 Jumlah siswa
                   2.   Menentukan standar deviasi ( SD )
      
        Dengan : x  =   rata-rata siswa
                                          =   skor siswa
       n   =   jumlah siswa
       3.   Membuat daftar frekuensi observasi dan ekspektasi
                         Tahap- tahap pembuatannya sebagai berikut:
·        Menentukan banyak kelas ( k )
     K = 1 + 3,3 log ( n )
·        Menentukan rentang ( r )
     R = skor tertinggi – skor terendah
·        Menentukan panjang kelas interval ( p )
   
·       Menentukan z batas kelas
26
 
       Z batas kelas
·        Menentukan luas z tabel ( L ) menggunakan daftar z
·        Menentukan frekuensi ekspektasi ( Ei )
                               
·        Menentukan frekuensi observasi ( Oi ), yaitu banyaknya data yang termasuk pada suatu kelas interval
4.    Menghitung nilai Chi Kuadrat ( ) dengan rumus:
    
      5.     Menentukan derajat kebebasan ( dk )
     dk = k – 3
      6.     Menentukan nilai X 2 dari daftar dengan  ٪
      7.  Menguji normalitas, yaitu apabila  , maka data berdistribusi normal, dan jika  maka data tidak berdistribusi normal.
v   Jika data berdistribusi normal dengan homogen, maka digunakan statistik  parametric yaitu uji t, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a.       Mencari deviasai gabungan dengan rumus :
27
 

    Keterangan : dsg  =  Standar deviasi gabungan
n1    =  Jumlah sampel kelas eksperimen
n2    =  Jumlah sampel kelas kontrol
s12   =  Varian kelas eksperimen
s22   =  Varian kelas kontrol
b.      Mencari nilai t dengan rumus :
Keterangan:     X1      =  Nilai rata- rata kelas eksperimen
                        X2      =   Nilai rata- rata kelas kontrol
n1       =   Jumlah kelas eksperimen
n2       =   Jumlah kelas kontrol
Dengan kriteria pengujian hipotesis ditolak jika :
     
28
 
 didapat dari daftar distribusi t dengan  derajat kebebasab ditentukan oleh rumus :  db = ( n1 + n2 – 2 ), dimana db = derajat kebebasan untuk harga t lainya hipotesis diterima. Nilai  yang digunakan 0,05
v  Jika kedua distrubusinya normal, tetapi variannya tidak homogen dilanjutkan dengan test t1 dengan rumus:
      
Keterangan :
s12 =  Varian kelas eksperimen
s22 =  Varian kelas kontrol
x1 =  Nilai rata- rata kelas eksperimen
x2 =  Nilai rata- rata kelas kontrol
n1 = Jumlah sampel kelas eksperimen
n2 = Jumlah sampel kelas kontrol
Dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
H0 diterima jika : -
Dengan :   w1  =      w2  = 
t1   =  
29
 
t2    =

N.   Daya Pembeda dan Indeks Kesukaran Soal
a.       Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat membedakan antara siswa yang telah menguasai materi yang ditanyakan dan siswa yang belum menguasai materi yang ditanyakan. Menurut Diknas (2004:11), manfaat daya pembeda butir soal adalah seperti berikut ini:
1.      Untuk meningkatkan mutu setiap butir soal melalui data empiriknya. Berdasarkan indeks daya pembeda, setiap butir soal dapat diketahui apakah butir soal itu baik, direvisi atau ditolak.
2.      Untuk mengetahui seberapa jauh setiap butir soal dapat mendeteksi / membedakan kemampuan siswa, yaitu siswa yang telah memahami atau belum memahami materi yang diajarkan guru.
Indeks daya pembeda setiap butir soal biasanya juga dinyatakan dalam bentuk proposi. Semakin tinggi indeks daya pembeda soal berarti semakin mampu soal yang bersangkutan membedakan siswa yang telah memahami materi dengan siswa yang belum memahami materi. Indeks daya pembeda berkisar anatara -1,00 sampai dengan +1,00.
Untuk mengetahui daya pembeda soal bentuk uraian digunakan rumus yang dikemukakan  oleh Diknas (2004:11), berikut ini:
30
 

Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas dapat menggambarkan tingkat kemampuan soal dalam membedakan antar peserta didik yang sudah memahami materi yang diujikan dengan peserta didik yang belum / tidak memahami materi yang diujikan. Klasifikasi indeks daya pembeda menurut Crocker dan Algina (Diknas, 2004:11), sebagai berikut:
0.40 – 1.00 soal diterima baik
0.30 – 0.39 soal diterima tetapi perlu diperbaiki
0.20 – 0.29 soal diperbaiki
0.00 – 0.19 soal tidak dipakai / dibuang
b. Indeks Kesukaran Soal
Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks (Diknas, 2004:10). Indeks tingkat kesukaran ini pada umumnya dinyatakan dalam bentuk proposi yang besarnya berkisar 0,00 – 1,00. Menurut Diknas (2004:10) “Fungsi tingkat kesukaran butir soal biasanya dikaidahkan dengan tujuan tes. Misalnya untuk keperluan ujian semester digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran sedang, untuk keperluan seleksi digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran tinggi / sukar, dan untuk keperluan diagnostik biasanya digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran rendah / mudah”.
Untuk mengetahui tingkat kesukaran soal bentuk uraian digunakan rumus yang dikemukakan Diknas (2004:10), berikut ini :
31
 

Dengan rumus Mean, berikut ini :
Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas menggambarkan tingkat kesukaran soal itu. Klasifikasi tingkat kesukaran soal berikut:
0.0      – 0.30 soal tergolong sukar
0.31 – 0.70 soal tergolong sedang
0.71 – 1.00 soal tergolong mudah
(Diknas, 2004:10)










32
BAB II
KAJIAN TEORI
A.   Hakekat Belajar  Matematika
1. Pengertian Belajar
Belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana suatu organisme  berubah prilakunya  sebagai akibat pengalaman (Gagne dalam Dahar 1989:11).Sedangkan menurut Winkel (1989 : 36) Belajar adalah  suatu aktifitas mental/ psikis  yang berlangsung dalam  interaksi aktif  dengan lingkungan yang  menghasilkan  perubahan- perubahan, keterampilan dan nilai sikap, dimana perubahan  itu bersifat  relative konstan  dan berbekas.
Dari pengertian belajar diatas dapat disimpulkan  bahwa belajar adalah merupakan suatu  proses dari tidak tahu menjadi tahu (pandai) yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku seseorang.
2.      Pengertian Belajar Matematika
Di dalam  proses kegiatan  belajar mengajar  ada dua komponen  yang terlibat langsung  yaitu siswa dan guru, dimana siswa bertindak  sebagai pembelajar dan guru sebagai pengajar.


33
Untuk mencapai hasil belajar yang optimal  diperlukan interaksi  antara guru dan siswa  yang harmonis  dan sebagai pengajar maka guru harus dapat menciptakan atau menemukan suatu cara  yang efektif supaya apa yang disampaikan  mudah di pahami oleh siswa, salah satunya dengan menggunakan  model pembelajaran.
Matematika berasal dari bahasa latin manhenern atau mathema yang berarti belajar atau hal yang harus dipelajari, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Jadi matematika itu memiliki bahasa dan aturan yang terdefinisi dengan baik, penalaran yang jelas dan sistematis, terstruktur yang berkaitan antara konsep yang kuat (Diknas, 2005:215).
Matematika adalah pelajaran tentang ide atau konsep serta hubungan yang ada diantara ide atau konsep tersebut. Herman Weyl dalam Kadir (2006:4) mengemukakan bahwa matematika menggunakan simbol-simbol bahkan dikatakan bahwa matematika adalah permainan dengan simbol-simbol yang dilakukakan sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditentukan. Simbol-simbol ini sangat diperlukan dalam matematika karena dengan simbol-simbol ini kaitan antara konsep dengan konsep lain dapat lebih mudah dijelaskan.

34
Matematika adalah ilmu mengenai struktur yang mencakup tentang hubungan pola maupun bentuk. Struktur yang ditelaah adalah struktur dari sistem-sistem matematika. Dapat dikatakan pula, matematika berkenaan dengan ide-ide (gagasan-gagasan), struktur-struktur dan hubungan-hubungannya yang diatur secara logis sehingga matematika itu berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Lebih lanjut Hudoyo mengemukakan bahwa matematika yang berkenaan dengan ide-ide / konsep - konsep abstrak yang diberi simbol-simbol dan tersusun secara hirarkis serta penalarannya deduktif tersebut menyebabkan belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi. Karena matematika bersifat hirarkis maka proses belajar matematika akan terjadi secara lancar bila belajar itu dilakukan secara kontinyu. Dalam proses belajar matematika terjadi proses berpikir, sebab seseorang dikatakan berpikir bila ia melakukan kegiatan mental dan seseorang yang belajar matematika melakukan kegiatan mental (Hudoyo,1990:3).
Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa hakikat matematika dan belajar matematika adalah mempelajari atau memahami ide-ide atau gagasan-gagasan yang berupa konsep yang terkandung dalam simbol-simbol dan hubungan antara ide-ide yang terdapat didalamnya sebelum menerapkannya pada situasi nyata. Belajar matematika dengan sendirinya membutuhkan kemampuan memanipulasi simbol-simbol yang ada untuk pemecahan soal matematika.
35
Proses belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Dalam proses belajar mengajar, siswa adalah sebagai subyek dan sebagai obyek dari proses pembelajaran (Djamarah, 1997:10). Nasution dalam Syah (2002:182) mengemukakan bahwa mengajar pada hakekatnya adalah suatu proses yakni proses mengatur, mengorganisasikan lingkungannya sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar.
Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar matematika merupakan suatu proses belajar yang dilakukan dengan sadar dan terarah dimana individu belajar matematika dengan tujuan untuk melatih cara berfikir dan bernalar serta melatih kemampuan memecahkan masalah.

B.   Hakikat Pembelajaran Konstruktuvis
36
 
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktuvis memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif  mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktuvis, yaitu:
1.      Mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan.
2.      Mengutamakan proses.
3.      Menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social.
4.      Pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman.
37
 
Hakikat pembelajaran konstruktuvis oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.

C.   Aspek-aspek Pembelajaran Konstruktivistik
Fornot mengemukakan aaspek-aspek konstruktuvis sebagai berikut: adaptasi (adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet), dan pembentukan makna (the construction of meaning). Dari ketiga aspek tersebut oleh J. Piaget  bermakna yaitu adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
38
 
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru perngertian orang itu berkembang.
Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi.
Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.
39
 
Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh Vygotskian disebutnya sebagai scaffolding. Scaffolding, berarti membrikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
 Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu :
1.      Siswa mencapai keberhasilan dengan baik.
2.      Siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan.
3.      Siswa gagal meraih keberhasilan.
Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan. Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum.
Konstruktuvis Vygotskian memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan memalui adaptasi intelektual dalam konteks social budaya. Proses penyesuaian itu equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktuvis Vygotskian lebih menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual.
Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah:
1.     
40
 
Mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi social yang dimulai proses pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan.
2.      Zona of proximal development. Pembelajar sebagai  mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan, pengertian dan kompetensi.
Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran sosiakultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan social pembelajaran. Menurut teori Vygotsky, funsi kognitif manusia berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka.
Zona  of proximal development adalah daerah antar tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. Pengetahuan berjenjang tersebut seperti pada sekema berikut.




 






Pengetahuan  dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara social dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog antar pribadi.dalam hal ini pebelajar tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu lain. Pembelajaran yang sifatnya kooperatif (cooperative learning) ini muncul ketika siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar yang diinginka oleh siswa.
Pengelolaan kelas menurut cooperative learning bertujuan membantu siswa untuk mengembangkan niat dan kiat  bekerja sama dan berinteraksi dengna siswa yang lain. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas yaitu: pengelompokan, semangar kooperatif dan penataan kelas.

D.   Model Pembelajaran Konvensional
42
 
Dalam pembelajaran konvensional lebih menekankan peran aktif guru dalam memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa dalam pembelajaran ini guru lebih banyak menggunakan metode ceramah dan sedikit disertai Tanya jawab, sehingga siswa cenderung menunjukkan sikap pasif dalam proses belajar mengajar.
Dalam penelitian ini maksud dari model pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan disekolah tempat peneliti melakukan penelitian, yaitu pembelajaran yang terpusat pada guru dan dalam proses belajarnya tidak menggunakan pembelajaran berbasis masalah.
adapun langkah-langkah pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut:
1.      Pendahuluan
a.       Guru mengucapkan salam dan mengabsen siswa.
b.      Guru menginformasikan materi pelajaran yang akan disampaikan.
c.       Guru menyampaikan apersepsi.
d.      Guru membahas materi sebelumnya.
2.      Kegiatan inti
a.       Guru menjelaskan masalah.
b.      Guru memberikan contoh.
c.       Guru memberikan kesempatan siswa untuk bertanya.
d.      Guru memberikan soal latihan.
3.      Penutup
a.       Guru menginformasikan kesimpulan dari materi yang telah dipelajari.
b.      Guru memberikan PR.


43
 
 

A.   Materi Prisma Dalam Pembelajaran Matematika
1.     Pengertian Prisma
Text Box: FPrisma adalah suatu bangun ruang yang dibatasi oleh dua bidang yang sejajar dan beberapa bidang lain yang saling memotong menurut garis yang sejajar.
 

Text Box: DText Box: E
C
 

Text Box: A           


 


v  Gambar di atas disebut prisma tegak ABC.DEF.
v  Segitiga ABC = segitiga bidang alas prisma.
v  Segitiga DEF = segitiga bidang atas prisma.
v  AD = BE = CF = rusuk tegak prisma yang tegak lurus pada bidang alas dan bidang atas.
2.     Sifat-sifat Prisma
a)      Bidang alas dan bidang atas prisma dapat berupa segi banyak.
b)      Bidang atas dan bidang atas prisma sejajar
3.     Rumus Prisma
a.     Luas Prisma
44
 
Luas prisma = luas alas + luas sisi atas + luas sisi-sisi tegak
                    = luas alas + luas alas + ( ɑ × t + b × t + c × t )
                    = 2 luas alas + ( ɑ + b + c ) × t
                    = 2 luas alas + ( keliling alas × tinggi )
Untuk setiap prisma segitiga maupun segi banyak, berlaku rumus berikut :
Luas prisma ( tegak ) = 2 luas alas ( keliling alas × tinggi )
Text Box: Luas prisma = ( 2 × luas alas ) + luas selubung
dengan
Luas selubung = keliling bidang alas × tinggiJadi rumus luas prisma adalah :


b.    Volume Prisma
Volume prisma segitiga = volume balok
                                       = luas alas balok × tinggi balok
                                       = luas alas prisma × tinggi prisma
Jadi dapat disimpulkan sebagai berikut :


Text Box: Volume prisma segitiga = luas alas × tinggi
Atau
V  = Lt
 



45
4.     Contoh Soal
F
 
Diketahui sebuah prisma ABC.DEF dengan EF tegak lurus DF seperti gambar dibawah ini!


8 cm
 
6 cm
 

E
 

C
 
4 cm
 

B
 
A
 

Hitunglah :
a.       Luas permukaan prisma
b.      Volume prisma
Penyelesaian :
EF tegak lurus DF
 
DF = 6 cm
EF = 8 cm
    dan
AD = 4 cm
a.       Menghitung luas permukaan prisma
Rounded Rectangle: Luas Prisma = ( 2 × luas alas ) + luas selubungRumus :


46
 
 

            Luas alas = luas atas = DEF
            Luas DEF = Luas segitiga DEF
                            =  × 6 cm × 8 cm
                            =  × 48 cm
                            = 24 cm2
            Luas alas prisma = 24 cm2

Luas selubung = luas ( ABED + BCFE + ACFD )
            Luas ABED = luas persegi panjang ABED
                               = panjang ( AB ) × lebar ( AD )
                               = panjang DE × 4 cm
Panjang DE dicari dengan phytagoras
            DE2 = DF2 + FE2
                   = 62 + 82
                   = 36 + 64
47
 
                   = 100
                   =
             DE = 10 cm
Maka :
            Luas ABED = DE × AD
                              = 10 cm × 4 cm
                              = 40 cm2
            Luas BCFE = FE × BE
                              = 8 cm × 4 cm                   ( BE = AD )
                              = 32 cm2
            Luas ACFD = DF × AD
                              = 6 cm × 4 cm
                              = 24 cm2
Jadi, luas selubung = luas ABED + luas BCEF + luas ACFD
                               = 40 cm2 + 32 cm2 + 24 cm2
                               = 96 cm2


49
 
 


Maka :
            Luas prisma = ( 2 × luas alas ) + luas selubung
                                 = ( 2 × 24 cm2 ) + 96 cm2
                                 = 48 cm2 + 96 cm2
                                 = 144 cm2
Jadi, luas permukaan prisma adalah 144 cm2
b.      Mencari volume prisma
Rounded Rectangle: Volume prisma = luas alas × tinggiRumus :

            Luas alas = luas atas = 24 cm2
            Tinggi prisma = 4 cm

Maka :
            Volume prisma = luas alas × tinggi
                                      = 24 cm2 × 4 cm
                                      = 96 cm3
50
 
Jadi, volume prisma adalah 96 cm3

DAFTAR PUSTAKA
Sugijono, dkk. 2003. Matematika Untuk SMP Kelas 3 Jilid 3A. Jakarta: Erlangga.
Untoro, Joko. 2006. Buku Pintar Matematika SMP. Jakarta: PT WahyuMedia.
 Gasong, Dina. Model Pembelajaran Konstruktuvis Sebagai Alternatif Mengatasi Masalah Pembelajaran. PPs UNJ: Mahasiswa Teknologi Pendidikan.
Santoso, Teguh. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Di Kelas VII SMP Negeri 17 Pontianak. Pontianak : Mahasiswa Pendidikan Matematika.
Darma, Yudi. 2009. Penerapan Pembelajaran Dengan Metode Heuristic Dalam Materi Barisan Dan Deret Pada Siswa Kelas XII Madrasah Aliyah Negeri 2 Pontianak. Pontianak : Mahasiswa Pendidikan Matematika.
Meiliani, Suci. 2009. Penerapan Pembelajaran Himpunan Melalui Pendekatan Open-Ended Pada Setting Pembelajaran Kooperatif Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Sungai Ambawang. Pontianak : Mahasiswa Pendidikan Matematika.
51
Rahayu, Puji. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together Dengan Bantuan Lembar Kartu Kerja Dalam Mementukan Nilai Fungsi Di Kelas VIII SMP Negeri 2 Rasau Jaya. Pontianak : Mahasiswa Pendidikan Matematika.
















52

Tidak ada komentar:

Posting Komentar